INFARK MIOKARD
Infark miokard mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran daerah koroner kurang (Smeltzer & Bare, 2000). Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (Suyono, 2001).
ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan Acute Myocardial Infarction adalah suplai darah oksigen ke miokard berkurang (aterosklerosis, spasme, arteritis, stenosis aorta, insufisiensi jantung, anemia, hipoksemia), curah jantung yang meningkat (emosi, aktivitas berlebihan, hipertiroidisme), dan kebutuhan oksigen miokard meningkat (kerusakan miokard, hipertrofi miokard, hipertensi diastolik). Penyebab infark miokard yang jarang adalah penyakit vaskuler inflamasi, emboli (endokarditis, katup buatan), spasme koroner yang berat (misal setelah menggunakan kokain), peningkatan viskositas darah serta peningktan kebutuhan O2 yang bermakna saat istirahat.
TANDA DAN GEJALA
Trias AMI :
1. Nyeri
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak, sangat sakit, dan seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus kebawah menuju lengan kiri, dan leher. Biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas. Terjadi lebih intensif dan menetap daripada angina (lebih dari 30 menit), tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat maupun pemberian nitrogliserin, sering disertai nausea, berkeringat, dan sangat menakutkan pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat, takikardi, dan bunyi jantung III (bila disertai gagal jantung kongestif).
2. Laborat
Jika bagian yang mati cukup besar, enzim akan dilepaskan dari sel miokardium dalam aliran darah. Pada diagnosis AMI, yang penting bukan banyaknya kadar konsentrasi enzim, tetapi nilai maksimalnya yang terjadi hanya sementara.
a. CPK-MB/CPK
Kreatinin kinase miokardium akan meningkat 4-6 jam, memuncak pada 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam
b. LBH/HBDH
Laktat Dehidrogenasi miokardium meningkat dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal.
c. ASAT/SGOT
Aspartan aminotransferase meningkat dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
3. EKG
Ciri utama infark transmural adalah gelombang Q yang abnormal yang berlangsung >0,04 detik dan voltasenya >25% dari keseluruhan voltase QRS. Gelombang Q yang abnormal terjadi dalam jangka waktu satu hari, akibat miokardium yang mengalami nekrosis tidak memberikan sinyal listrik sehingga saat segmen miokardium iniharus terdepolarisasi (dalam 0,04 detik pertama), vektor eksitasi dari bagian jantung yang normal dan berseberangan akan mendominasi vektor penjumlahan. Karena itu “vektor 0,04” ini akan “meunjuk keluar’ dari tempat infark, misalnya pada infar dinding anterior, sehingga kan tercatat terutama pada V5, V6, I, dan aVL sebagai gelombang Q yang besar (gelombang R yang kecil). Gelombang Q yang abnormal akan tetap ada selama beberapa tahun kemudian sehingga bukan merupakan tanda diagnosa infark akut.
Segmen ST elevasi pada EKG merupakan tanda iskemia, namun bukan (belum) tanda kematian jaringan miokardium. Segmen ST elevasi terjadi :
- Selama serangan angina
- Pada infark nontransmural
- Pada permukaan infark transmural
- Pada batas infark transmural yang telah terjadi beberpa jam hingga beberapa hari sebelumnya.
Segmen ST kembali normal dalam waktu satu hingga dua hari setelah MI, namun beberpa minggu kemudian akan timbul gelombang T terbalik.
PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
KOMPLIKASI
a. Aritmia supraventrikular
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun, jika takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan.5
b. Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik.5
c.Sistole prematur ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik. Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas selanjutnya.
PENATALAKSANAAN
1. Istirahat total.
2. Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).
3. Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
4. Atasi nyeri :
- Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
- Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
- Oksigen 2-4 liter/menit.
- Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg.
5. Antikoagulan :
- Heparin 20.000-40.000 U/24 wad iv tiap 4-6 wad atau drip iv dilakukan atas indikasi
- Diteruskan asetakumoral atau warfarin
- Streptokinase / trombolisis
6. Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%.
Tindakan Pra Rumah Sakit
Sebagai obat penghilang rasa sakit dan penenang,diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg iv perlahan-lahan. Hati-hati pada penggunaan morfin pada IMA inferior karena dapat menimbulkan bradikardi dan hipotensi, terutama pada pasien asma bronkial danusia tua. Sebagai penenang dapat diberikan diazepam 5-10 mg.
Diberikan infus dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan oksigen 2-4 l/menit. Pasien dapat dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICCU. Bila ada tenaga terlatih beserta fasilitas konsultasi (EKG transtelfonik/tele-EKG) trombolisis dapat dilakukan. Pantau dan obati aritmia maligna yang timbul.
Tindakan Perawatan di Rumah Sakit
Pasien dimasukkan ke ICCU atau ruang rawat dengan fasilitas penanganan aritmia (monitor). Lakukan tindakan di atas bila belum dikerjakan. Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, gula darah, BUN, kreatinin,CK,CKMB, SGPT,LDH, dan elektrolit terutama K+ serum. Pemeriksaan pembekuan meliputi trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, Prothrombine Time (PT), dan Activated Partial Thromboplastin Time (APPT). Pemantauan irama jantung dilakukan sampai kondisi stabil. Rekaman EKG dapat diulangi setiap hari selama 72 wad pertama infark.
Nitrat sublingual atau transdermal digunakan untuk mengatasi angina,sedangkannitrat iv diberikan bila sakit iskemia berulang atau berkepanjangan. Bila masih ada rasa sakit dapat diberikan morfin sulfat 2,5 mg iv dan dapat diulangi setiap 5-30 menit sampai rasa sakit hilang. Selama 8 wad pasien dipuasakan dan selanjutnya diberi makanan cair atau lunak dalam 24 wad pertama dan dilanjutkan dengan makanan lunak. Laksan diberikan untuk mencegah konstipasi.
Pengobatan Trombolitik
Obat trombolitik yaitu streptokinase , urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang dikombinasi, disebut recombinant TPA (r-TPA), dan anisolylated plasminogen actvator complex (ASPAC).yang terdapat di Indonesia hanya stresptokinase dan r-TPA. Recombinant TPA bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Obat ini menyebabkan reaksi alergi danhipotensi sehingga tidakboleh diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya telah diberikan, atau pasien dalam keadaan syok.
Indikasi trombolitik adalah pasien berusia di bawah 70 tahun,nyeri pappa dalam 12 jam, elevasi RT > 1 mm pada sekurang-kurangnya 2 sadapan. Recombinant TPA sebaiknya diberikan pada infarkmiokard kurang dari 6 wad (window time).
Kontraindikasi trombolitik adalah perdarahan organ dalam diseksi aorta, resusitasi jantung paru yang traumatik dan berkepanjangan, trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma pada intrakranial, retinopati diabetik hemotragik, kehamilan, tekanan darah di atas 200/120 mmHg, serta riwayat perdarahan otak.
Sebelum pemberian trombolitik diberikan aspirin 160 mg untuk dikunyah. Streptokinase diberikan dengan dosis 1,5 juta unit dalam 100 ml NaCl 0,9% selama 1 jam. Dosis r-TPA adalah 100mg dalam 3 wad dengan cara 10 mg diberikan dulu bolus iv,lalu 50 mg dalam infus selama 1 wad dan sisanya diselesaikan dalam 2 wad berikutnya. Penelitian GUSTO (1993) menunjukkan, pemberian 15 mg r-TPA secara bolus diikuti dengan 0,75 mg/kgBB dalam wad dan sisanya 0,5 mg/kgBB dalam 1 wad memberikan hasil lebih baik. Dosis maksimum 100 mg.
Heparin diberikan setelah streptokinase bila terdapat inferk luas, tanda-tanda gagal jantung, atau bila diperkirakan pasien akan dirawat lama. Bila diberikan r-TPA, heparin diberikan bersama-sama sejak awal.
Cara pemberian heparin adalah bolus 5.000 unit iv dilanjutkan dengan infus krang lebih 1.000 unitper wad selama 4-5 hari dengan menyesuaikan APTT 1,5-2 kali nilai normal.
PECEGAHAN
Sedapat mungkin mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri koroner, terutama yang dapat dirubah oleh penderita:
- Berhenti merokok
- Menurunkan berat badan
- Mengendalikan tekanan darah
- Menurunkan kadar kolesterol darah dengan diet atau dengan obat
- Melakukan olah raga secara teratur.
PROGNOSIS
Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3 faktor penting yaitu:
1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)
2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama pada luas daerah infark).
II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
- Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda:
- Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
2. Sirkulasi:
Gejala:
- Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
- TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
- Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
- Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
- Friksi; dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego:
Gejala:
- Menyangkal gejala penting.
- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
- Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
- Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4. Eliminasi:
Tanda:
- Bunyi usus normal atau menurun
5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
- Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
- Muntah,
- Perubahan berat badan
6. Hygiene:
Gejala/tanda:
- Kesulitan melakukan perawatan diri.
7. Neurosensori:
Gejala:
- Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
- Perubahan mental
- Kelemahan
8. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
- Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
- Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
- Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
- Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
- Menarik diri, kehilangan kontak mata
- Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
9. Pernapasan:
Gejala:
- Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
- Batuk produktif/tidak produktif
- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat/sianosis
- Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
- Sputum bersih, merah muda kental
10. Interaksi sosial:
Gejala:
- Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
- Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
- Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
- Menarik diri dari keluarga
11. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
- Riwayat penggunaan tembakau
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
- Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
- Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
- (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
- (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
- (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
- Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
· Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
· Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
· Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
· Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.
Rasionalisasi :
§ Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
§ Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
§ Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
§ Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
§ Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
§ Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
b. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
Rasionalisasi:
§ Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
§ Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
§ Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
§ Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
§ Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
§ Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.
c. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
1. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
Rasionalisasi:
§ Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.
§ Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
§ Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
d. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan
Rasionalisasi :
§ Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.
§ S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
§ Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
§ Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
§ Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
§ Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
§ Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.
e. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
§ Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
§ Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
§ Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
Rasionalisasi :
- Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
- Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
- Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.
- Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal
- Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
- Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
- Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.
- Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
- Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.
f. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
Rasionalisasi :
- Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
- Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
- Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung.
- Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.
- Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
- Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
- Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.
g. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.
4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)
Rasionalisasi :
- Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
- Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
- Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan klien.
- Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu serangan ulang.
- Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/04/infark-miokard-akut/
Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. 2000. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta : EGC
Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta : Blai Penerbit FKUI
Silbernagl, Stefan & Lang, Florian. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Isselbacher, J Kurt. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar